Rabu, 17 Oktober 2012

Masa Pemerintahan Gus Dur

Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid atau yang sering kita sebut dengan Gus Dur dimulai dari sidang umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober 1999 yang menghasilkan agenda sebagai berikut :


1. Mengangkat Amien Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai ketua DPR untuk periode 1999-2004.
2. Pembacaan pidato pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie. Pidato pertanggung jawaban tersebut ditolak oleh segenap anggota dengan menggunakan votting. Suara yang menolak 355, yang menerima 322, absen 9, dan tidak sah 4. Dengan demikian B.J Habibie tidak dapat maju mencalonkan diri menjadi Presiden RI selanjutnya.
3. Pemilihan presiden RI yang baru. Calon yang maju dari PDIP (Megawati Soekarnoputri), PKB (K.H Abdurrahman Wahid), dan dari Bulan Bintang (Yusril Ihza Mahendra), namun pada detik - detik terakhir Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Karena takut suara islam terpecah menjadi dua pada Gus Dur dan dirinya, sehingga bisa dipastikan Megawati akan menjadi presiden RI yang ke-4. Dari hasil pemilihan Presiden yang dilaksanakan secara votting, tanggal 20 Oktober 1999, K.H Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI ke-4.
4. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan wakil Presiden, dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan wakil presiden dimenangkan Megawati Soekarnoputri.
Dari hasil sidang istimewa tersebut, dapat disimpulakan bahwa Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4 dengan Megawati Soekarnoputri sebagai wakilnya yang sah untuk masa bakti 1999-2004.
Pidato pertama Gus Dur setelah terpilih sebagai Presiden, berisi tugas – tugas yang akan dijalankan antara lain sebagai berikut :
a) Peningkatan pendapatan rakyat.
b) Menegakkan keadilan dan mendatangkan kemakmuran.
c) Mempertahankan keutuhan bangsa dan Negara.
Pada pemerintahan Gusdur, beliau membentuk kabinet yg disebut Kabinet Persatuan Nasional. Ketika itu Gusdur memberikan kebebasan pada rakyat untuk berpendapat dan memberikan kesempatan kepada kaum minoritas di Indonesia. Namun karena hal tersebut, masyarakat mulai mengalami kebingungan dan kebimbangan mengenai benar tidaknya suatu hal. Sebab, pemerintah sendiri juga tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataan terhadap suatu masalah.
Pasangan K.H Abdurrahman Wahid – Megawati membentuk Kabinet Persatuan Nasional (KPN) yang dilantik pada tanggal 28 Oktober 1999. Presiden juga membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dengan tujuan untuk memperbaiki ekonomi yang belum pulih akibat krisis yang berkepanjangan dengan susunan sebagai berikut:
· Ketua : Prof. Emil Salim
· Wakil : Subiyakto Cakrawerdaya
· Sekertaris : Dr. Sri Mulyani Indrawati
· Anggota : Anggito Abimanyu, Sri Adiningsih, Bambang Subianto
Gus Dur saat menjalankan pemerintahan mengalami banyak persoalan, karena itu adalah warisan dari Pemerintahan Orde Baru. Salah satu permasalahan yang sangat menonjol adalah masalah KKN, pemulihan ekonomi, masalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs Rupiah, masalah jaringan pengaman social (JPS), penegakan hukum, penegakan HAM.
Belum tuntas mengatasi persoalan ORBA, pemerintahan Gus Dur dihadapkan pada persoalan – persoalan kebijakannya yang dinilai banyak kalangan sangat controversial. Adapun kebijakan – kebijakan tersebut antara lain :
a) Pemberhentian Kapolri Jendral (pol.) Roesmanhadi yang dinilai tidak mampu mengantisipasi terjadinya pembakaran sekolah Kristen STT Doulos.
b) Pemberhentian Kapuspen Hankam Mayjen. TNI Sudrajat yang diganti dengan Marsekal Muda TNI Graito dari TNI AU. Pemberhentian tersebut dilatarbelakangi oleh pernyataan Mayjen. Sudrajat bahwa Presiden bukan Panglima Tinggi TNI.
c) Pemberhentian Wiranto sebagai Menkopolkam yang dilatarbelakangi hubungan yang tidak harmonis antara Wiranto dan Presiden K.H Abdurrahman wahid. Ketidakharmonisan itu muncul ketika presiden mengizinkan dibentuknya Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM untuk menyelidiki para jendral termasuk Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Kemudian pada tanggal 13 Februari 2000 presiden mengeluarkan perintah untuk menonaktifkan Wiranto dari jabatan Menkopolkam.
d) Mengeluarkan pengumuman tentang adanya menteri - menteri Kabinet Persatuan Nasional yang terlibat KKN.
e) Gus Dur juga ingin mengadakan referendum Aceh, untuk memilih merdeka atau bergabung dengan RI. Namun hal ini dibantah oleh pemerintah Karena bila diadakan jajak pendapat, maka kemungkinan besar raykat aceh akan memilih untuk merdeka. Lalu Gus Dur mengurungkan niatnya, dan hal ini membuat rakyat Aceh kecewa hingga dibentuklah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
f) Pada akhir 1999 presiden menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya dan menyetujui pengibaran Bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua.
Dalam suasana sikap pro dan kontra masyarakat atas kepemimpinan presiden K.H Abdurrahman Wahid muncul kasus Bulog Gate dan Brunei Gate.
Bulog Gate
Kasus Buloggate begitu terkenal karena sering kali menjerat petinggi-petingggi negara. Kasus-kasus yang melibatkan nama Badan Urusan Logistik (Bulog) serta jajaran pimpinannya sejak lama sudah mengemuka. Kasus ini melibatkan Yanatera (Yayasan Bina Sejahtera) Bulog yang dikelola oleh mantan Wakabulog Sapuan. Sapuan akhirnya divonis 2 tahun penjara dan terbuksi bersalah menggelapkan dana non bujeter Bulog sebesar 35 milyar rupiah.
Keterlibatan Presiden Gus Dur sendiri baru terungkap secara terbatas, yaitu adanya pertemuan antara Presiden dan Sapuan (Wakil Kepala Bulog) di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan dana nonbudgeter Bulog dan kemungkinan pengunaannya. Sapuan mengatakan, dana nonbudgeter itu ada, tetapi penggunaannya harus melalui keppres (keputusan presiden). Keterlibatan Gus Dur baru terungkap sebatas itu. Memang dalam kasus ini terlihat kental sekali nuansa politik dari pada persoalan hukum itu sendiri.
Brunei Gate
Brunei gate adalah kasus penyaluran dana Sultan Brunei yang diserahkan kepada pengusaha yang dekat dengan Presiden Wahid, yaitu Ario Wowor. Keterlibatan Presiden Wahid dalam kasus itu, kata Bactiar tentu saja ada. Namun tidak ada keterlibatan Presiden meminta dana ke Brunei. ”Gus Dur hanya memberi pertimbangan kepada Ario Wowor tentang pendistribusian dana. saat itu memang Ario melaporkan kepada Presiden tentang dana yang diperolehnya dari Brunei. “Ketika itu Gus Dur bilang, Ya sudah, berikan saja ke Masnuh untuk dibagikan kembali ke LSM yang membutuhkan,” Selain itu kedutaan Besar Brunei di Indonesia telah menyatakan dana Rp 2 juta dolar adalah uang pribadi Sultan, dan bukan uang negara. Kejakgung saat itu sudah menyimpulkan tak ada keterlibatan Presiden Gus Dur
Walaupun tidak terbukti melalui pengadilan, skandal ini mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap presiden semakin turun. Serta perekonomian yang tidak berkembang meskipun mempunyai ahli ekonomi yang handal. Karena Gus Dur sibuk pergi ke luar negeri.
Puncak kekecewaan DPR dibuktikan dengan dikeluarkannya memorandum I untuk presiden pada tanggal 1 Februari 2001. Namun beliau tidak hadir dalam siding tersebut. Karena DPR dianggap sebagai Taman Kanak-Kanak (TK).Kemudian DPR kesal dan kembali mengeluarkan memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Namun hal ini tidak jauh beda dengan memorandum sebelumnya. Akhirnya Presiden datang tetapi tidak untuk berniat untuk melakukan sidang tersebut (hanya sekedar datang lalu pulang).
Sikap MPR justru semakin tegas saat Gusdur secara sepihak mengganti Kapolri Koirudin Ismail menggantikan Suruyo Bimantoro, karena tidak sependapat dengan Gusdur. Seharusnya Gusdur meminta pendapat DPR, oleh karena itu DPR merasa dilecehkan oleh presiden dan meminta MPR untuk bertindak tegas melaksanakan sidang istimewa. Namun presiden menolak rencana tsb dan menyatakan sidang istimewa MPR tidak sah dan ilegal.
Di lain pihak pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai mendekati dan mendorong wapres megawati untuk menjadi presiden. Oleh karena itu gusdur menengarai adanya persengkokolan oleh para elit politik untuk menjatuhkanya. Akhirnya presiden mengeluarkan dekrit presiden meski tidak mendapatkan dukungan yg penuh dari kabinetnya. Dekrit presiden tanggal 23 juli 2001 yg berisi :
1. Membekukan MPR dan DPR RI
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan menyusun badan – badan untuk menyelenggarakan Pemiludalam waktu satu tahun
3. Membekukan partai Golkar
Amien Rais selaku Ketua MPR menolak secara tegas dekret tersebut, dan ternyata dekret tersebut hanya didukung oleh NU dan PKB. Namun hal ini juga tidak mendapat dukungan dari TNI dan Polri.
Pemerintahan Gus Dur Mulai runtuh dengan adanya Sidang istimewa yang dipercepat MPR oleh usulan DPR. Dalam sidang tersebut MPR menilai Gus Dur telah melanggar Tap No. VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen (pol) Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan kepala Polri.
Bangsa Indonesia menanggapi penuh dengan kebimbangan dan MPR menyatakan bahwa dekrit itu tidak sah dan presiden dengan jelas melanggar haluan negara yg diembannya. MPR yg didukung dengan Fatwamah MA langsung membacakan Fatwa tsb dalam sidang istimewa MPR. Akhirnya MPR setuju untuk memberhentikan Presiden Gusdur.
Selanjutnya dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001, MPR memilih Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI menggantikan Presiden K.H Abdurrahman Wahid dan Hamzah Haz sebagai Wapres RI, maka berakhirlah kekuasaan Presiden K.H Abdurrahman Wahid. Kini Beliau telah tiada dan dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar